Baitul Mal merupakan kata benda yang dibentuk secara
idhâfah. Baitul Mal digunakan untuk menyebut tempat
penyimpanan berbagai pemasukan negara dan sekaligus menjadi
tempat pengeluarannya. Baitul Mal juga digunakan untuk
menyebut lembaga yang bertugas memungut dan membelanjakan harta yang menjadi milik kaum Muslim.
Sebagaimana yang sudah kemi jelaskan sebelumnya, kami
mengadopsi bahwa wali diangkat dengan wewenang yang
bersifat khusus, yang tidak meliputi pasukan, peradilan, dan harta.
Karena itu, pasukan seluruhnya memiliki departemen pusat, yaitu
Amirul Jihad. Peradilan juga memiliki departemen pusat, yaitu
al-Qadhâ’. Begitu pula masalah harta; ia memiliki departemen
pusat, yaitu Baitul Mal. Karena itu, Baitul Mal merupakan institusi
tersendiri yang mandiri dari institusi negara yang lain. Baitul Mal
berada di bawah Khalifah sebagaimana institusi negara yang lain.
Apalagi terdapat banyak dalil yang menjelaskan bahwa
Baitul Mal secara langsung berada di bawah Rasulullah saw., di
bawah Khalifah, atau di bawah orang yang mengurusi Baitul
Mal itu atas izin Rasul saw. atau Khalifah. Rasulullah saw. kadang-kadang menyimpan harta sendiri. Beliau memiliki tempat
penyimpanan harta. Beliau juga secara langsung memungut harta,
mendistribusikannya, dan menempatkannya di tempatnya.
Kadang-kadang Beliau juga mengangkat orang lain untuk
menangani urusan-urusan tersebut. Begitu pula Khulafa ar-Rasyidin sesudah Beliau. Mereka secara langsung menangani
urusan Baitul Mal dan mengangkat orang lain untuk menjadi
wakil yang mewakilinya menangani urusan Baitul Mal itu.
Kadang-kadang Rasulullah saw. menempatkan harta di
Masjid. Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas
yang mengatakan:
Kepada Nabi saw. pernah didatangkan harta dari Bahrain,
lalu Beliau bersabda, “Hamparkan harta itu di Masjid ....”
Kadang-kadang Beliau menempatkan harta di salah satu
kamar istri Beliau. Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat
dari Uqbah yang mengatakan:
Aku pernah melaksanakan shalat ashar di belakang Nabi
saw. di Madinah. Setelah mengucapkan salam, Beliau lalu berdiri
dengan bergegas, kemudian melangkahi pundak orang-orang
menuju salah satu kamar istri Beliau. Orang-orang menyingkir
karena begitu bergegasnya Beliau. Lalu Beliau keluar lagi kepada
mereka dan Beliau melihat para Sahabat terheran-heran dengan
begitu bergegasnya Beliau. Kemudian Beliau bersabda:
Aku ingat akan emas yang belum dicetak yang ada pada kami.
Aku tidak suka untuk tetap menyimpannya. Karena itu, aku
memerintahkan untuk membagikannya.
Kadang-kadang Beliau juga menyimpan harta itu di tempat
penyimpanan Beliau. Imam Muslim telah menuturkan riwayat
dari Umar. Di dalam riwayat itu disebutkan sebagian isinya:
Aku (Umar) bertanya kepada Hafshah, “Di mana Rasulullah
saw?” Ia menjawab, “Beliau sedang di tempat penyimpanan
harta di tempat minum.....” Lalu aku melihat dengan kapalaku
sendiri ke dalam tempat penyimpanan Rasulullah saw. Aku
hanya mendapati di dalamnya ada segenggam gandum kira-kira satu sha’, juga semisalnya ada qarzh[u] di sisi kamar,
dan afîq yang tergantung di dinding. Umar berkata, “Seketika
air mataku bercucuran.” Beliau bersabda, “Apa gerangan yang
membuatmu menangis, wahai Ibn al-Khaththab?” Aku
berkata, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis,
rasa lapar telah mempengaruhi lambungmu, sementara
tempat penyimpananmu ini tidak ada di dalamnya kecuali
yang aku lihat ini...”
Dalam al-Qâmûs al-Muhîth dikatakan, al-Qarzh[u] adalah
lembaran daun akasia atau buah pohon akasia yang telah
dikeluarkan isinya. Afîq adalah kulit yang belum sempurna
disamak.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, tempat penyimpanan harta
itu akhirnya disebut dengan Baitul Mal. Ibn Saad menyebutkan
di dalam ath-Thabaqât dari Sahal bin Abi Hatsmah dan yang
lainnya, bahwa Abu Bakar memiliki
Baitul Mal di Sanah yang
tidak dijaga oleh seorang pun. Lalu dikatakan kepadanya,
“Apakah engkau tidak mengangkat orang untuk menjaganya?”
Abu Bakar berkata, “Rumah itu digembok.” Abu Bakar
memberikan harta dari Baitul Mal itu hingga kosong. Ketika Abu
Bakar pindah ke Madinah ia memindahkannya dan
menjadikannya ada di rumahnya.”
Hanad telah menuturkan riwayat di dalam Az-Zuhd
dengan sanad yang baik dari Anas yang mengatakan: Seorang
laki-laki pernah datang kepada Umar. Lalu ia berkata, “Berilah
bekal aku. Aku ingin berjihad.” Lalu Umar berkata kepada lakilaki itu, agar mengambilnya dengan tangannya sendiri. Lalu lakilaki itu masuk ke Baitul Mal dan mengambil apa yang ia
kehendaki.....
Imam asy-Syafii juga telah menuturkan riwayat di dalam
Al-Umm dan disahihkan oleh Ibn Hajar al-‘Ashqalani, dari
Abdullah bin Wadiah yang mengatakan:
Salim, maula Abi Hudzaifah, dulu adalah maula (pembantu/
pelayan) salah seorang wanita dari kami yang namanya Salma
binti Ya’ar. Salma telah membebaskannya sebagai orang
merdeka pada masa Jahiliah dulu. Ketika ia gugur di Perang
Yamamah, harta warisannya dibawa kepada Umar, lalu Umar
memanggil Wadi’ah bin Khidzam. Umar berkata, “Ini adalah
harta warisan maula kalian, dan kalian lebih berhak atasnya.”
Wadi’ah menjawab, “Wahai, Amirul Mukminin, Allah
sesungguhnya telah mencukupkan kami dari kebutuhan
terhadapnya. Dulu teman kami telah membebaskannya
menjadi seorang yang merdeka dan kami tidak ingin
mendapatkan dari urusannya (hartanya) sedikit pun—atau
ia berkata, “dan kami tidak ingin mengambil hartanya
sedikitpun.” Lalu Umar menjadikannya sebagai milik Baitul
Mal.
Al-Baihaqi dan ad-Darimi telah menuturkan riwayat yang
disahihkan oleh Ibn Hazm:
Sufyan bin Abdillah bin Rabi‘ah ats-Tsaqafi pernah menemukan
sebuah tas. Lalu ia membawanya kepada Umar bin al-Khaththab. Umar kemudian berkata, “Umumkan tas itu selama
setahun. Jika ada yang mengakuinya maka tas itu bagi orang
itu dan jika tidak ada yang mengakuinya maka tas itu
untukmu.” Ternyata tidak ada yang mengakuinya. Lalu ia
mendatangi Umar pada musim berikutnya dan menyebutkan
hal itu kepada Umar. Umar berkata, “Tas itu milikmu.
Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah memerintahkan yang
demikian.” Ia berkata, “Aku tidak membutuhkannya.” Lalu
Umar menjadikannya sebagai milik Baitul Mal.”
Ad-Darimi juga telah menuturkan riwayat dari Abdullah
bin Umar yang mengatakan, “Seorang maula meninggal dunia
pada masa Utsman. Ia tidak mempunyai satu orang pun ahli
waris, lalu Utsman memerintahkan agar hartanya dimasukkan
ke Baitul Mal.”
Ibn Abdil Bar telah menuturkan riwayat di dalam Al-Istidzkâr dari Anas bin Sirin, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah
membagi-bagikan harta hingga mengosongkan Baitul Mal. Lalu
kain digelarkan untuknya dan kemudian ia pun duduk di
atasnya.”
Ini berkaitan dengan maksud yang pertama, yaitu tempat.
Adapun maksud kata baitul mal yang kedua, yakni pos,
maka mereka yang mengatakan demikian beralasan karena harta
itu kadang-kadang tidak ditempatkan di rumah, seperti tanah,
sumur-sumur minyak dan gas, gunung-gunung dan tambang,
serta harta zakat yang diambil dari orang kaya dan diberikan
kepada mereka yang berhak menerimanya tanpa ditempatkan
di rumah. Mereka menggunakan sebutan baitul mal kadang-kadang dengan maksud pos, dan tidak mungkin dimaksudkan
sebagai tempat; sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi
dalam Sunan al-Bayhaqi, Imam Ahmad dalam Musnad Imam
Ahmad, dan Abdur Razaq dalam Mushannaf ‘Abd ar-Razâq, dari
230 Struktur Negara Khilafah
Lahiq bin Humaid: Umar mengutus Ibn Mas‘ud untuk menangani
urusan peradilan (al-Qadhâ’) dan urusan Baitul Mal.
Maksud riwayat tersebut adalah tidak mungkin Umar
mengutus Ibn Mas‘ud sebagai penjaga pintu Baitul Mal, tetapi
menjadi orang yang menangani Baitul Mal, dengan pengertian
sebagai pos, yaitu memungut dan membelanjakan harta. Makna
inilah yang diriwayatkan oleh Ibn al-Mubarak dalam Az-Zuhd
dari al-Hasan, tatkala para amir Bashrah datang bersama Abu
Musa al-‘Asy‘ari, dan mereka meminta agar Umar menetapkan
makanan bagi mereka. Lalu Umar berkata kepada mereka pada
akhir pembicaraannya, “Wahai para amir, telah aku tetapkan
untuk kalian dari Baitul Mal dua ekor domba dan dua jarib
(gandum).” Maksudnya adalah Baitul Mal sebagai pos.
Orang yang memiliki wewenang untuk mengelola
pemasukan dan pembelanjaan Baitul Mal adalah Khalifah.
Rasulullah saw. telah menyimpan sumbangan Utsman bin Affan
untuk membiayai pasukan Tabuk di kamar Beliau. Imam Ahmad
dan at-Tirmidzi telah menuturkan riwayat (at-Tirmidzi
mengatakannya sebagai hadis hasan gharîb), yang disahihkan
al-Hakim, dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dari Abdurrahman
bin Samurah yang mengatakan: Utsman bin Affan pernah datang
menemui Nabi saw. untuk menyerahkan harta seribu dinar ketika
Beliau menyiapkan pasukan Tabuk. Lalu Utsman meletakkannya
di kamar Nabi saw. Nabi saw. menerimanya dan Beliau bersabda:
Apa yang dilakukan Utsman setelah hari ini tidak akan
membahayakannya nanti.
Beliau mengucapkan kata-kata di atas berulang-ulang.
Kadang-kadang Beliau membagi sendiri harta Baitul Mal.
Dalam hadis penuturan Anas yang diriwayatkan oleh Imam al-
Bukhari dinyatakan: Pernah didatangkan kepada Nabi saw. harta
dari Bahrain. Lalu Beliau bersabda, “Hamparkan harta itu di
Masjid.” Setelah selesai melaksanakan shalat, Beliau datang dan
duduk menghadap pada harta itu. Beliau tidak melihat seorang
pun kecuali Beliau memberi orang itu dari harta tersebut....
Tidaklah Rasulullah saw. berdiri kecuali di sana hanya tersisa
satu dirham.
Begitu pula Abu Bakar. Beliau membagi-bagikan sendiri
harta Bahrain. Imam al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari
Jabir yang mengatakan:
Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku, “Seandainya saja
benar telah datang harta Bahrain, pasti aku telah memberimu
demikian, demikian, dan demikian,” yakni tiga kali. Ketika
Rasulullah saw. telah wafat, dan datang harta Bahrain, Abu
Bakar menyuruh muazin menyerukan, “Siapa saja yang
memiliki piutang dengan Rasulullah atau hitung-hitungan
dengan Beliau hendaknya datang kepada kami.” Aku pun
datang dan aku berkata bahwa Rasulullah saw. pernah
bersabda kepadaku demikian, demikian, dan demikian. Lalu
Abu Bakar memberiku harta itu tiga kali...”
Dalam hadis penuturan Sufyan ats-Tsaqafi di atas tentang
sebuah tas yang ia temukan dan ia umumkan selama setahun,
dikatakan: Lalu Umar mengambilnya dan menetapkannya
sebagai milik Baitul Mal. Imam asy-Syafii juga telah menuturkan
riwayat di dalam Al-Umm. Beliau mengatakan:
Bukan hanya satu orang yang berilmu saja yang telah
memberitahuku, bahwa tatkala didatangkan kepada Umar
bin al-Khaththab ghanîmah yang diperoleh dari Irak, maka
pengurus Baitul Mal berkata, “Biar aku masukkan ke Baitul
Mal.” Umar berkata, “Jangan. Demi Allah, harta itu tidak akan
ditempatkan di bawah atap sebuah rumah pun hingga aku
membaginya.” Lalu Umar memerintahkan agar harta itu
diletakkan di Masjid, ditutupi dengan penutup dari kulit, dan
dijaga oleh beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Anshar.
Esok harinya, bersama Umar ada Abbas bin Abdul Muthalib
dan Abdurrahman bin Auf. Saat itu ia memegang tangan salah
seorang dari keduanya atau salah seorang dari keduanya
memegang tangan Umar. Ketika mereka bertiga melihat
tumpukan harta itu, mereka pun membuka kulit penutupnya.
Mereka melihat pemandangan yang belum pernah mereka
saksikan sebelumnya. Mereka melihat emas, permata, zamrud,
dan mutiara saling berkilauan. Umar lalu menangis. Salah
seorang dari keduanya berkata kepada Umar, “Demi Allah,
hari ini bukan hari untuk menangis. Akan tetapi, hari untuk
bersyukur dan bergembira.” Umar menjawab, “Aku, demi
Allah, tidak sependapat dengan pendapatmu. Akan tetapi,
tidaklah ini terjadi pada suatu kaum, kecuali keburukan mereka
akan terjadi di antara mereka.” Kemudian Umar menghadap
kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Beliau lalu berdoa,
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu agar aku tidak menjadi
orang yang berangsur-angsur tertarik ke arah kebinasaan.
Sungguh, aku mendengar Engkau berfirman (yang artinya):
Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah
kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui (TQS al-Qalam [68]: 44).” Kemudian Umar berkata, “Dimana Suraqah
bin Ju’tsam?” Lalu didatangkan kepadanya dua dzira’ (satuan
panjang untuk kain) kain yang sangat halus. Kemudian Umar
memberi Ju’tsam dua buah baju kebesaran Kisra sembari
berkata, “Pakailah keduanya!” Lalu Suraqah melakukannya.
Kemudian Umar berkata, “Katakanlah: Allâhu akbar (Allah
Mahabesar).” Suraqah mengucapkan Allâhu akbar. Umar
berkata lagi, “Katakanlah: Segala pujian milik Allah Yang telah
merampas keduanya dari Kisra bin Hurmuz dan memakaikan
keduanya kepada Suraqah bin Ju’tsam, seorang Arab baduwi
dari Bani Mudallij.” Lalu ia membolakbalikannya dengan
tongkat. Ia kemudian berkata, “Sungguh, orang yang
menyampaikan ini adalah seorang yang dapat dipercaya.”
Lalu seorang laki-laki berkata kepadanya, “Aku memberitahu
Anda, Anda adalah kepercayaan Allah. Mereka
menyampaikannya kepada Anda sesuatu yang Anda
sampaikan kepada Allah. Karena itu, jika Anda hidup dengan
kemewahan, maka mereka pun akan hidup dengan
kemewahan.” Umar kemudian berkata lagi, “Engkau benar.”
Kemudian Umar menyobek baju kebesaran Kisra itu.
Telah disebutkan di atas hadis penuturan Abdullah bin
Amru yang diriwayatkan oleh ad-Darimi: Pada masa Utsman,
seorang maula meninggal dunia dan ia tidak memiliki ahli waris.
Lalu Utsman memerintahkan agar hartanya dimasukkan ke Baitul
Mal.
Dalam hadis penuturan Anas bin Sirin dalam al-Istidzkâr
juga disebutkan: Ali bin Abi Thalib pernah membagi-bagikan
harta hingga mengosongkan Baitul Mal hingga kain bisa
digelarkan untuknya dan ia pun duduk di atasnya.
Kadang-kadang Rasulullah saw. mengangkat salah seorang
Sahabat Beliau untuk membagikan harta atau mengangkatnya
menjadi amil untuk mengurus sebagian urusan harta. Dalam
hadis penuturan Uqbah menurut riwayat Imam al-Bukhari
disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Aku ingat akan emas yang belum dicetak yang ada pada kami,
sementara aku tidak suka untuk tetap menyimpannya. Karena
itu, aku memerintahkan agar harta itu dibagi-bagi.
Dalam hadis Ibn Syihab yang diriwayatkan oleh Ibn
Syabah dengan beberapa sanad yang dinilai hasan oleh al-Hafizh
Ibn Hajar al-Ashqalani, al-Mundziri, dan al-Haitsami disebutkan:
Rasulullah saw. pernah masuk ke tempat penyimpanan Bilal
yang di sana disimpan harta zakat. Lalu Beliau mendapati di
dalamnya seonggok kurma. Beliau kemudian bertanya,
“Kurma apa ini, wahai Bilal?” Bilal menjawab, “Wahai
Rasulullah saw., aku mengambilnya sebagai cadangan
untukmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Apakah engkau merasa
aman sampai besok pagi, sementara di tempat penyimpanan
ini terdapat sesuatu yang menjadi asap di Jahanam?
Belanjakanlah dan jangan khawatir, Zat Yang memiliki ‘Arasy
akan memenuhi kekurangan dan kebutuhan.”
Di dalam hadis juga dinyatakan: Pada masa Rasulullah
saw., Abdurrahman bin Awf pernah mengurusi zakat unta,
sementara Bilal mengurusi zakat buah-buahan, sedangkan
Muhmiyah bin Jaza’ mengurusi Khumus. Khalifah Ibn Khiyath
mengatakan: “Yang mengurusi pembelanjaannya adalah Bilal.”
Ibn Hibban telah menuturkan riwayat di dalam Shahîh
Ibn Hibbân dari Abdullah bin Luhay al-Huzini yang mengatakan:
Aku pernah menjumpai Bilal, Muazin Rasulullah saw. Lalu
aku berkata, “Wahai Bilal, bagaimana belanja Rasulullah
saw.?” Bilal menjawab, “Beliau tidak memiliki apa pun. Akulah
yang mengurusi hal itu sejak Allah SWT mengutus Beliau
hingga Beliau wafat. Jika Beliau melihat seorang manusia
Muslim dan Beliau melihatnya tidak memiliki pakaian yang
layak maka akan Beliau memerintahku. Aku pun pergi mencari
pinjaman. Aku lalu membelikan kain atau kain wol, kemudian
memakaikannya kepadanya, dan aku memberinya makan ....”
Imam Muslim juga telah menuturkan riwayat dari Abu
Rafi’, maula Rasulullah saw., yang mengatakan:
Rasulullah saw. penah meminjam seekor anak unta. Lalu
didatangkan kepada Beliau unta zakat. Abu Rafi’ berkata:
Lalu Rasulullah saw. memerintahkan kepadaku untuk
membayar anak unta kepada seorang laki-laki (yang memberi
pinjaman kepada Rasulullah saw.). Aku berkata, “Aku tidak
menemukan dari unta-unta itu kecuali unta dewasa berumur
empat tahun.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda,
“Berikanlah unta itu kepadanya. Sebaik-baik orang adalah
yang paling baik pembayarannya.”
Dalam hadis penuturan Ibn Abbas yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim juga dinyatakan: Rasulullah
saw., ketika mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, bersabda:
Jika mereka menaatimu maka beritahu mereka bahwa Allah
SWT telah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari
orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang
fakir mereka. Jika mereka menaatimu dalam hal itu, jauhilah
kehormatan harta mereka dan takutlah akan doa orang yang
dizalimi, karena sesungguhnya antara doa orang yang dizalimi
dan Allah itu tidak ada hijab.
Di dalam Shahihayn dari Abu Hurairah dinyatakan:
Rasulullah saw. pernah mengutus Umar untuk mengurusi zakat.
Para Khalifah sesudah Beliau tetap menempuh metode
Beliau itu. Mereka mengangkat orang untuk mengurus harta dan
menangani berbagai urusan harta tersebut. Ibn Ishhaq dan
Khalifah Ibn Khiyath telah menuturkan riwayat, keduanya
mengatakan, “Abu Bakar pernah mengangkat Abu Ubaidah bin
al-Jarrah untuk mengurusi Baitul Mal, kemudian Abu Bakar
mengutusnya ke Syam.”
Dalam Tarjamah Mu’ayqib, adz-Dzahabi mengatakan,
“Abu Bakar dan Umar mengangkat Mu‘aiqib untuk menjadi amil
yang mengurusi Baitul Mal.”
Ibn Ishaq menyebutkannya dengan beberapa sanad yang
dinilai hasan oleh al-Hakim, sebagaimana yang dikatakan oleh
pengarang At-Tarâtîb al-Idâriyah (Abdul Hayyi al-Kattani), dari
Abdullah bin Zubair yang mengatakan, “Ia menulis surat untuk
Abu Bakar dan Abu Bakar mengangkatnya untuk mengurusi
Baitul Mal. Umar menyetujui keduanya untuk mengurusi Baitul
Mal—yakni Abdullah bin al-Arqam.”
Ibn Saad di dalam ath-Thabaqât dan Ibn Hajar di dalam
Al-Ishâbah telah menuturkan riwayat bahwa Umar itu, yang
menjadi pengurus tempat penyimpanannya adalah Yasar bin
Numair, maulanya.
Imam Ahmad di dalam Al-Musnad dan Abdur Razaq di
dalam Mushannaf ‘Abdur Razaq juga telah menuturkan riwayat
dari Lahiq bin Humaid yang mengatakan, “Abu Bakar mengutus
Ibn Mas’ud untuk mengurusi peradilan dan Baitul Mal, yakni ke
Kufah.”
Khalifah Ibn Khiyath telah menuturkan riwayat dari Malik
bin Anas, dari Zaid bin Aslam, bahwa Umar pernah mengangkat
Abdullah bin al-Arqam untuk mengurusi Baitul Mal.
Ibn Khuzaimah juga telah menuturkan riwayat di dalam
Shahîh Ibn Khuzaimah dari Urwah bin Zubair, bahwa
Abdurrahman bin Abdul Qari mengatakan, “Aku menjadi
pengurus Baitul Mal pada masa Umar bin al-Khaththab.”
Ibn Hajar al-‘Ashqalani di dalam Fath al-Bârî ketika
membicarakan Manaqib Abdullah bin Mas‘ud juga telah
meriwayatkan, bahwa Abdullah bin Mas‘ud pernah mengurusi
Baitul Mal pada masa Umar dan Utsman.
Al-Jahsiyari di dalam Al-Wuzârâ’ wa al-Kutâb telah
menyebutkan bahwa Abdullah bin Arqam bin Abd Yaghuts
adalah salah seorang katib/sekretaris Nabi saw. dan ia diangkat
untuk mengurusi Baitul Mal, yakni untuk Utsman.
Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak mengatakan dari Zubair
bin Bakar, bahwa Abdullah bin al-Arqam bin Abd Yaghuts
bertugas mengurusi Baitul Mal pada masa Umar dan pertengahan
masa Kekhilafahan Utsman sampai ia wafat dan ia memiliki
sahabat.
Ibn Abdil Bar mengatakan di dalam Al-isti’âb:
Dulu Zaid bin Tsabit pernah bertugas mengurusi Baitul Mal
pada masa Kekhilafahan Utsman. Zaid memiliki seorang
hamba sahaya yang namanya Wahib. Lalu Utsman melihat
Wahib ikut membantu mereka dalam mengurusi Baitul Mal.
Utsman kemudian bertanya, “Siapa ini?” Zaid menjawab,
“Hamba sahayaku.” Lalu Utsman berkata, “Aku melihatnya
membantu kaum Muslim; ia memiliki hak dan aku telah
menetapkan gaji untuknya.” Utsman menetapkan gaji Wahib
sebesar dua ribu. Lalu Zaid berkata, “Demi Allah, janganlah
engkau menetapkan gaji untuk seorang hamba sahaya
sebanyak dua ribu.” Kemudian Utsman menetapkannya
seribu.
Ash-Shadafi menyebutkan di dalam kitab Ma’rifah Ulamâ’
Mishra wa Man Dakhalahâ min Ashhâb Rasulillâh saw., Akhirnya
Abu Rafi’ setelah itu bekerja kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib
dan Ali mengangkatnya untuk mengurusi Baitul Mal Kufah.”
Ibn Abdil Bar di dalam Al-Isti’âb mengatakan, “Dulu
Ubaidullah ibn Abi Rafi’ adalah seorang penjaga tempat
penyimpanan dan seorang penulis untuk Ali bin Abi Thalib.”
Al-‘Ayni di dalam ‘Umdah al-Qârî mengatakan, “Adalah
Abdullah bin Wahab as-Suwa‘i, Ali menghormati, mencintai, dan
mempercayainya serta menjadikannya sebagai pengurus Baitul
Mal di Kufah.”
Ali mengangkat Ziyad sebagai pengurus Baitul Mal
Bashrah. Al-Jahsiyari mengatakan, “Ketika ia (
Ziyad) pergi dari
Bashrah, Ali mengangkatnya untuk mengurusi kharaj dan dîwân.”
Dimungkinkan untuk membagi
Baitul Mal menjadi dua
bagian:
Pertama: Bagian Pemasukan yang meliputi tiga
dîwân:
Pos Fa’i dan Kharaj: meliputi ghanîmah, kharaj, tanah-tanah,
jizyah, fa’i dan pajak.
Pos Kepemilikan Umum: meliputi minyak bumi, gas, listrik,
barang tambang, laut, sungai, selat, mata air, hutan, padang
gembalaan, hima, dan sebagainya.
Pos Zakat: meliputi zakat uang, komoditas perdagangan,
pertanian dan buah-buahan, unta, sapi dan domba.
Kedua: Bagian Pembelanjaan yang meliputi delapan
dîwân:
Pos
Dâr al-Khilâfah.
Pos Kemaslahatan Negara.
Pos Subdisi.
Pos Jihad.
Pos Pengelolaan Zakat.
Pos Pengelolaan Kepemilikan Umum.
Pos Keperluan Darurat.
Pos Anggaran, Pengontrolan, dan Pengawasan Umum. []